Yang Fana adalah Royalti


Mengurus laporan pajak membuatku bongkar-bongkar bukti potong. Tahun lalu, aku punya bukti potong atas pajak sebesar tiga ratus rupiah. Penghasilannya dua ribu rupiah. Dua ribu untuk masa setengah tahun. Royalti buku.

Semasa tumbuh dewasa dulu, aku terbuai dengan motivasi-motivasi buku-buku pengembangan diri. Seperti bukunya Kiyosaki. Bebas finansial berkat pendapatan pasif. Royalti buku salah satunya.

Hal yang tidak mereka katakan adalah, royalti bisa menipis lalu habis. Itu bukan kesialan. Tapi kewajaran.

Segelintir memang beruntung memiliki pendapatan pasif yang mengalir terus sampai ahli waris. Beberapa cukup berhasil. Bukunya dicetak ulang lagi setelah sekian tahun vakum. Hasilnya bisa membebaskan pengarang dari cekikan utang atau jadi tambahan uang saku saat plesiran.

Tapi selebihnya akan tenggelam. Maklum, berapa banyak buku diterbitkan dalam setahun. Di Indonesia, kira-kira tiga puluh ribu. Apalagi kalau mengincar pasar dunia. Kebanyakan buku itu akan masuk daftar obral, dijual murah, dimusnahkan, dan tak lagi tersedia.

Sedikit berbeda memang kalau karya kita diterbitkan secara daring. Karena konon apa yang sudah ada di internet tidak akan hilang. Karya jadi abadi. Tapi tetap, yang fana adalah royalti.

Yogya, 19 Maret 2022

Bukti potong tiga ratus rupiah itu lupa aku lampirkan dalam SPT, gimana ini…

This entry was posted in Uncategorized and tagged . Bookmark the permalink.

Leave a comment